BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Toksikologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari efek merugikan dari bahan kimia terhadap organisme hidup. Potensi
efek merugikan yang ditimbulkan oleh bahan kimia di lingkungan sangat beragam
dan bervariasi sehingga ahli toksikologi mempunyai spesialis kerja bidang
tertentu.
Toksikologi lingkungan adalah suatu studi yang
mempelajari efek dari bahan polutan terhadap kehidupan dan pengaruhnya terhadap
ekosistem yang digunakan untuk mengevaluasi kaitan antara manusia dengan
polutan yang ada di lingkungan.
Toksikologi lingkungan merupakan
suatu cabang ilmu yang mempelajari senyawa kimia yang bersifat toksik hingga
merugikan terhadap organisme hidup dan merugikan terhadap kesehatan manusia.
Tujuan mempelajari toksokilogi lingkungan adalah untuk mengetahui jenis-jenis
zat toksin (toksikan) mekanisme toksikan menyerang tubuh organisme, mengetahui
kejala keracunan, dan menanggulangi bahaya yang diakibatkan zat toksik di
lingkungan.
Makanan adalah sumber energi bagi
manusia. Karena jumlah penduduk yang terus berkembang, maka jumlah produksi
makananpun harus terus bertambah untuk mencukupi jumlah penduduk (Agnesa,
2011). Kebutuhan makan yang meningkat membuat produksi makanan dan minuman
menjadi “ajang kecurangan” dengan menambahkan beberapa zat kimia berbahaya
dalam produk yang dihasilkan seperti penambahan boraks dan formalin yang ramai
diberitakan. Kurangnya kesadaran masyarakat akan bahaya zat kimia semacam
boraks dan formalin adalah zat bersifat toksik membuat pemakaian zat kimia
tersebut cenderung “biasa” digunakan. Kebiasaan buruk tersebut berakibat
menurunnya kualitas kesahatan akibat keracunan akut (Shibamoto dan Bjeldanes,
2009).
Kebutuhan masayarakat akan bahan pangan juga
terkadang membuat masyarakat kurang hati-hati dalam memilih bahan makanan. Ada
beberapa bahan makanan yang secara alami memiliki zat toksik seperti gadung dan
ketela pohon yang memiliki kandungan asam sianida yang tinggi serta beberapa
makanan laut seperti ikan fugu dan beberapa jenis kerang-kerangan
yang memiliki kadar neurotoxin tinggi hingga dapat menimbulkan keracunan hebat
bila tidak diolah dan dinetralisir terlebih dahulu.
I.2 Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana senyawa Toksic mempengaruhi lingkungan biologis
2.
Bagaimana efek senyawa toksic terhadap lingkungan
biologis
3.
Bagaimana upaya pencegahan dan pemberantasan toksic yang
mencemari lingkungan biologis
4.
Bagaimana upaya mengendalikan bahaya toksic yang sudah
mewabah dimasyarakat
1.3 Tujuan
1.
Kita diharapkan memahami tentang toksikologi dan
bahayanya terhadap lingkungan
2.
Kita diharapkan mampu untuk memahami bagaimana cara kerja
toksic terhadap lingkungan biologis
3.
Kita diharapkan untuk mampu mengerti dan memahami efek
dari bahaya toksic terhadap lingkungan.
4.
Kita diharapkan mampu memahami dan mengaplikasikan upaya
dan cara pencegahan bahaya toksic terhadap lingkungan
5.
Kita diharapkan untuk bisa mengaplikasikan pola hidup
bersih dan sehat pada lingkungan kita masing-masing
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Klasifikasi
Bahan Toksikan
Bahan toksik dapat diklasifikasikan berdasarkan :
1.
Organ tujuan : ginjal, hati, system hematopoitik, dll
2.
Penggunaan : peptisida, pelarut, food additive, dll
3.
Sumber : tumbuhan dan hewan
4.
Efek yang ditimbulkan : kanker, mutasi, dll
5.
Bentuk fisik : gas, cair, debu, dll
6.
Label kegunaan : bahan peledak, oksidator, dll
7.
Susunan kimia : amino aromatis, halogen, hidrokarbon, dll
8.
Potensi racun : organofosfat, lebih toksik daripada
karbamat.
Untuk dapat diterima dalam spektrum agen toksik,
suatu bahan tidak hanya ditinjau dari satu macam klasifiksi saja, tetapi dapat
pula ditinjau dari beberapa kombinasi dan beberapa faktor lain. Klasifikasi
bahan toksik dapat dibagi secara kimiawi, biologi dan karakteristik paparan
yang bermanfaat untuk pengobatan.
Toksin alami adalah kelompok toksin yang secara alamiah ada dalam
makanan termasuk dalam kelompok ini adalah phenol, glikosida sianogen,
glukosinolat, inhibitor asetilcholinesterase, amina biogenik, dan stimulan
sentral.
Zat anti nutrisi: Adalah substansi yang dapat mempengaruhi senyawa
makanan sebelum dimakan, selama pencernaan dalam saluran pencernaan dan setelah
penyerapan oleh tubuh. Pengaruh negatif dari zat anti nutrisi tidak segera
nampak sebagaimana senyawa toksik pada makanan.
Kontaminasi zat beracun: Kontaminasi zat beracun dapat terjadi
melalui tiga cara, yaitu pertama; bercampur secara langsung dengan bahan-bahan
yang mengandung racun, yang kedua karena produk tersebut telah memakan racun,
misalnya ikan terkena racun (logam berat) dan susu yang berasal dari hewan yang
terkena racun, dan yang ketiga adalah kontaminasi yang berasal dari
mikroorganisme.
II.2 Efek
Senyawa Toksic Terhadap Lingkungan Bilogis
Efek merugikan/ toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan
kimia yang mengalami biotransformasi dan dosis serta susunannya cocok untuk
menimbulkan keadaan toksik.
Respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain tergantung kepada
sifat fisik dan kimia, situasi paparan, kerentanan sistem biologis, sehingga
bila ingin mengklasifiksikan toksisitas suatu bahan harus mengetahui macam efek
yang timbul dan dosis yang dibutuhkan serta keterangan mengenai paparan dan sasarannya.
Perbandingan dosis lethal suatu bahan polutan dan perbedaan jalan masuk
dari paparan sangat bermanfaat berkaitan dengan absorbsinya. Suatu bahan
polutan dapat diberikan dalam dosis yang sama tetapi cara masuknya berbeda.
Misalnya bahan polutan pertama melalui intravena, sedangkan bahan lainnya
melalui oral, maka dapat diperkirakan bahwa bahan polutan yang masuk melalui
intravena memberi reaksi cepat dan segera. Sebaliknya bila dosis yang diberikan
berbeda maka dapat diperkirakan absorbsinya berbeda pula, misalnya suatu bahan
masuk kulit dengan
dosis lebih tinggi sedangkan lainnya melalui mulut dengan dosis yang
lebih rendah maka, dapat diperkirakan kulit lebih tahan terhadap racun sehingga
suatu bahan polutan untuk dapat diserap melalui kulit diperlukan dosis tinggi.
Efek toksik didalam tubuh tergantung pada :
1.
Reaksi alergi
Alergi
adalah reaksi yang merugikan yang disebabkan oleh bahan kimia atau toksikan
karena peka terhadap bahan tersebut. Kondisi alergi sering disebut sebagai “
hipersensitif “, sedangkan reaksi alergi atau reaksi kepekaannya dapat dipakai
untuk menjelaskan paparan bahan polutan yang menghasilkan efek toksik. Reaksi
alergi timbul pada dosis yang rendah sehingga kurve dosis responnya jarang
ditemukan.
2.
Reaksi
ideosinkrasi
Merupakan
reaksi abnormal secara genetis akibat adanya bahan kimia atau bahan polutan.
3.
Toksisitas
cepat dan lambat
Toksisitas
cepat merupakan manifestasi yang segera timbul setelah pemberian bahan kimia atau
polutan. Sedangkan toksisitas lambat merupakan manifestasi yang timbul akibat
bahan kimia atau toksikan selang beberapa waktu dari waktu timbul pemberian.
4.
Toksisitas
setempat dan sistemik
Perbedaan
efek toksik dapat didasarkan pada lokasi manifestasinya. Efek setempat
didasarkan pada tempat terjadinya yaitu pada lokasi kontak yang pertama kali
antara sistem biologi dan bahan toksikan. Efek sistemik terjadi pada jalan
masuk toksikan kemudian bahan toksikan diserap, dan didistribusi hingga tiba
pada beberapa tempat. Target utama efek toksisitas sistemik adalah sistem
syaraf pusat kemudian sistem sirkulasi dan sistem hematopoitik, organ viseral
dan kulit, sedangkan otot dan tulang merupakan target yang paling belakangan.
Respon toksik tergantung pada :
1.
Sifat kimia
dan fisik dari bahan tersebut
2.
Situasi
pemaparan
3.
Kerentanan
sistem biologis dari subyek
Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas adalah :
1.
Jalur masuk
ke dalam tubuh
Jalur masuk ke dalam tubuh suatu
polutan yang toksik, umumnya melalui saluran pencernaan makanan, saluran
pernafasan, kulit, dan jalur lainnya. Jalur lain tersebut diantaranya daalah
intra muskuler, intra dermal, dan sub kutan. Jalan masuk yang berbeda ini akan
mempengaruhi toksisitas bahan polutan. Bahan paparan yang berasal dari industri
biasanya masuk ke dalam tubuh melalui kulit dan terhirup, sedangkan kejadian
“keracunan” biasanya melalui proses tertelan.
2.
Jangka waktu
dan frekuensi paparan
·
Akut :
pemaparan bahan kimia selama kurang dari 24 jam
·
Sub akut :
pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka waktu 1 bulan atau
kurang
·
Subkronik :
pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka waktu 3 bulan
·
Kronik :
pemaparan berulang terhadap bahan kimia untuk jangka waktu lebih dari 3 bulan
Pada
beberapa bahan polutan, efek toksik yang timbul dari paparan pertama sangat
berbeda bila dibandingkan dengan efek toksik yang dihasilkan oleh paparan
ulangannya. Bahan polutan benzena pada peran pertama akan merusak sistem syaraf
pusat sedangkan paparan ulangannya akan dapat menyebabkan leukemia.
Penurunan
dosis akan mengurangi efek yang timbul. Suatu bahan polutan apabila diberikan
beberapa jam atau beberapa hari dengan dosis penuh akan menghasilkan beberapa
efek. Apabila dosis yang diberikan hanya separohnya maka efek yang terjadi juga
akan menurun setengahnya, terlebih lagi apabila dosis yang diberikan hanya
sepersepuluhnya maka tidak akan menimbulkan efek. Efek toksik yang timbul tidak
hanya tergantung pada frekuensi pemberian dengan dosis berbeda saja tetapi
mungkun juga tergantung pada durasi paparannya. Efek kronis dapat terjadi
apabila bahan kimia terakumulasi dalam sistem biologi. Efek toksik pada kondisi
kronis bersifat irreversibel. Hal tersebut terjadi karena sistem biologi tidak
mempunyai cukup waktu untuk pulih akibat paparan terus-menerus dari bahan toksik.
II.3 Tindakan
Preventif Terhadap Efek Toksic
Pada prinsipnya
tindakan pencegahan adalah berusaha untuk tidak menyebabkan terjadinya
pencemaran, misalnya antara lain :
1.
Membuang
sampah pada tempatnya. Setiap rumah tangga dapat memisahkan sampah atau limbah
atas dua bagian yakni organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme
(biodegradable) dan anorganik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme
(nonbiodegradable) dalam dua wadah yang berbeda sebelum diangkut ketempat
pembuangan akhir.
2.
Mengolah
sampah organik menjadi kompos. Sistem pengomposan memiliki beberapa keuntungan,
antara lain: Kompos merupakan jenis pupuk yang ekologis dan tidak merusak
lingkungan, Bahan yang dipakai tersedia (tidak perlu dibeli), Masyarakat dapat
membuatnya sendiri (tidak memerlukan peralatan yang mahal), dan Unsur hara
dalam pupuk kompos lebih tahan lama jika dibandingkan dengan pupuk buatan.
3.
Sampah
organik yang mudah rusak dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak
4.
Untuk bahan-bahan
yang dapat didaur ulang, hendaknya dilakukan proses daur ulang, seperti kaca,
plastik, kaleng, dan sebagainya.
5.
Mengurangi
penggunaan bahan-bahan yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme
(nonbiodegradable). Misalnya mengganti plastik sebagai bahan kemasan/pembungkus
dengan bahan yang ramah lingkungan seperti dengan daun pisang atau daun jati.
6.
Melakukan
proses pemurnian terhadap limbah industri sebelum dibuang ke sungai atau ke
tempat pembuangan.
7.
Penggunaan
pupuk, pestisida sesuai dengan aturan, misalnya hindari teknik penyemprotan
yang salah, misalnya menyemprot berlawanan dengan arah angin, Tidak menggunakan
obat melebihi takaran, Pilihlah tempat yang cocok untuk mengubur atau membakar
bekas wadah, jangan membuang di tempat sampah, atau tempat lain yang dapat
terjangkau anak-anak, Jangan membuang wadah bekas ke sumber air atau selokan,
Jangan membakar wadah yang bertekanan tinggi, Tidak mencuci peralatan
penyemprot di sungai atau di dekat sumur, agar tidak mencemari sungai atau
sumur penduduk.
Ada beberapa langkah penangan untuk mengurangi dampak yang
ditimbulkan oleh pencemaran tanah, diantaranya adalah :
A.
Remidiasi
Remediasi adalah kegiatan untuk
membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Hal yang perlu diketahui sebelum
dilakukan remidiasi adalah sebagai berikut:
·
Jenis
pencemar (organic atau anorganik), terdegradasi/tidak, berbahaya/tidak,
·
Berapa
banyak zat pencemar yang telah mencemari tanah tersebut,
·
Perbandingan
karbon (C), nitrogen (N), dan Fosfat (P),
·
Jenis tanah,
·
Kondisi
tanah (basah, kering),
·
Telah berapa
lama zat pencemar terendapkan di lokasi tersebut,
·
Kondisi
pencemaran (sangat penting untuk dibersihkan segera/bisa ditunda).
Ada dua
jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau
off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini
lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan
bioremediasi.Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan
kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut
dibersihkan dari zat pencemar. Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di
bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut.
Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan
instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan
rumit.
B. Bioremediasi
Bioremediasi adalah proses
pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur,
bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar
menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
Jenis
jenis biomerasi
·
Biostimulasi
Nutrien dan oksigen, dalam bentuk
cair atau gas, ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar untuk
memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di dalam
air atau tanah tersebut.
Bioaugmentasi
·
Bioremediasi
Intrinsik
Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam
air atau tanah yang tercemar.
Ada 4 teknik
dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi :
a) Stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi
tercemar) dengan penambahan nutrien, pengaturan kondisi redoks, optimasi ph,
dsb
b) Inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi
tercemar, yaitu mikroorganisme yang memiliki kemampuan biotransformasi khusus
c) Penerapan immobilized enzymes
d) Penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk
menghilangkan atau mengubah pencemar.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Bahan pencemar Lingkungan
yang bersifat toksic telah dibuktikan terdapat pada berbagai
komponen lingkungan utama pendukung
kehidupan, yaitu udara, air, tanah, dan bahan pangan.
Kajian mengenai kandungan logam berat
berbahaya yang dapat terserap oleh tanaman sayuran yang biasa dikonsumsi oleh
manusia seperti halnya caisim, bawang merah, kubis, tomat, wortel, selada bokor
dan lain-lain sebagai akibat dari penggunaan pupuk yang berlebihan dan polusi
udara di lahan dekat jalan raya masih perlu banyak dilakukan. Dengan adanya
informasi mengenai kandungan Pb, Cd, Hg, As, Cu dan bahkan logam-logam berat
lain dalam tanaman, diharapkan petani dapat mengurangi penggunaan pupuk yang
berdampak negatif pada tanaman. Dengan demikian produksi tanaman yang maksimal
akan didukung oleh kualitas yang baik serta aman untuk dikonsumsi. Masyarakat
pun perlu disadarkan akan bahaya logam berat pada sayuran dan buah-buahan yang
setiap hari dikonsumsi. Karena secanggih apapun teknologi (yang berpotensi
menimbulkan bahaya logam berat), apabila tidak disertai dengan system daur
ulang limbah yang benar, pada akhirnya akan berpotensi membahayakan kesehatan
manusia secara universal sehingga kecanggihan teknologi tersebut tidak ada
artinya, bahkan harus dibayar dengan harga kesehatan yang mahal oleh umat
manusia.
III.2 Saran
Diharapkan bagi setiap manuasia
mengendalikan aktifitasnya yang dapat memberSikan dampak buruk terhadap Bahaya
Kontaminasi Logam Berat Dalam Sayuran dan Alternatif Pencegahan Pencemarannya
yang dapat mengakibatkan pengaruh buruk terhadap kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous.
2000. Bahaya Kontaminasi Logam Berat Timbal pada Makanan. Sedap Sekejap Edisi
10/I, September 2000.
Darmono
. 2006 . Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya Dengan Toksikologi Seyawa Logam . Jakarta
. UI-Press
http://yazhid28bashar.blogspot.com/2014/06/makalah-toksikologi.html
0 komentar:
Posting Komentar