BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sejarah sastra
merupakan cabang ilmu sastra yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan
sastra suatu bangsa. Misalnya, sejarah sastra Indonesia, sejarah sastra Jawa,
dan sejarah sastra Inggris. Dengan pengertian dasar itu, tampak bahwa objek
sejarah sastra adalah segala peristiwa yang terjadi pada rentang masa
pertumbuhan dan perkembangan suatu bangsa. Telah disinggung di depan bahwa
sejarah sastra itu bisa menyangkut karya sastra, pengarang, penerbit,
pengajaran, kritik, dan lain-lain.
Karya-karya angkatan 45 yang kita baca dan ketahui
pada saat sekarang ini bukanlah ada dengan sendirinya. Karya-karya tersebut
merupakan hasil pemikiran dan imajinasi para sastrawan yang terdesak oleh
tantangan zaman pada masa itu. Yaitu, masa penduduk Jepang dan masa revolusi di
Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui bahwa bangsa Jepang adalah
bangsa terakhir menjajah sampai akhirnya Indonesia meraih kemerdekaan. Para
sastrawan yang ada pada masa ini selain ikut berjuang dengan fisik dalam perang
kemerdekaan, mereka juga menyibukkan diri untuk mencoba merumuskan dan mencari
orientasi pada berbagai kemungkinan bangunan kebudayaan bagi Indonesia kedepan
Setelah merdeka
Indonesia memasuki era revolusi, yakni masa pembaharuan baik dari segi
pemerintahan, sosial, budaya dan kenegaraan. Hal ini juga memberi dampak pada
sastrawan dan hasil karya sastra mereka pada saat itu. Sehingga angkatan 45
memiliki konsepsi estetik tersendiri.
B.
Rumusan Masalah
1. Menjelaskan sejarah lahirnya angkatan
‘45
2. Menyebutkan beberapa pendapat dan
karakteristik tentang sejarah ‘45
3. Menyebutkan Para sastrawan angkatan ’45
dan menunjukkan hasil-hasil karya para sastrawan di angkatan ‘45
C.
Tujuan
1. Dapat memahami sejarah lahirnya sastra
angkatan ‘45
2. Dapat menjelaskan beberapa pendapat dan
karakteristik serta estetika tentang sejarah ‘45
3. Dapat mengetahui para sastrawan angkatan ’45 dan menunjukkan
hasil-hasil karya para sastrawan di angkatan ‘45
BAB
II
PEMBAHASAN
SEJARAH
SASTRA INDONESIA ANGKATAN ‘45
A. Sejarah
Lahirnya Angkatan ‘45
Angkatan 45 tidak dapat dilepaskan
dari lingkungan kelahirannya, yakni masa penduduk Jepang dan masa revolusi
Indonesia. Perjuangan bangsa yang mencapai titik puncak pada Proklamasi 17
Agustus 1945 beserta gejolak politik yang mengawali maupun mengikutinya,
memberi pengaruh sangat besar pada corak sastra.
Generasi yang aktif pada masa
revolusi 45 dipaksa oleh keadaan untuk merumuskan diri dan tampil menjawab tantangan-tantangan
zaman yang mereka hadapi. Selain ikut berjuang secara fisik dalam perang
kemerdekaan, mereka juga menyibukkan diri untuk merumuskan dan mencari
orientasi pada berbagai kemungkinan bangunan kebudayaan bagi Indonesia kedepan.
Latar belakang perubahan politik yang sangat
mendadak pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) menjadi awal kelahiran karya
sastra Angkatan 45. Kehadiran Angkatan 45 serta karya sastra Angkatan 45
meletakkan pondasi kokoh bagi sastra Indonesia, karena angkatan sebelumnya
dinilai tidak memiliki jati diri ke-Indonesiaan. Jika Angkatan Balai Pustaka
dinilai tunduk pada “Volkslectuur”, lembaga kesustraan kolonial Belanda, dan
Angkatan Pujangga Baru dinilai menghianati identitas bangsa karena terlalu
berkiblat ke Barat, maka Angkatan 45 adalah reaksi penolakan terhadap
ankatan-angkatan tersebut.
Sebagai salah satu hasil dari
pergolakan, karya sastra Angkatan 45 menjadi sebuah karya yang lahir dengan
identitas baru yang penuh kontroversia. Kehadirannya sebagai pendobrak nilai-nilai
serta aturan-aturan sastra terdahulu membuat karya sastra Angkatan 45 menjadi
pusat perhatian para sastrawan.
Para sastrawan penggerak karya
sastra angkatan 45 adalah mereka yang menaruh perhatian besar pada karya sastra
Indonesia. Mereka seolah ingin lepas dari pengaruh asing yang saat itu masih
kuat pengaruhnya terhadap karya sastra Indonesia.
Nama angkatan 45 sendiri dimunculkan
oleh Rosihan Anwar pertama kali pada lembar kebudayaan “Gelanggang”. Sejak itu,
penamaan yang dibuat Rosihan Anwar diakui dan disepakati banyak kalangan
sebagai nama angkatan sastra periode-40-an.
Angkatan 1945 memperoleh saluran
resmi melalui penerbitan majalah kebudayaan Gema
Suasana, Januari 1948. Majalah ini diasuh oleh dewan redaksi yang terdiri
dari Asrul Sani, Chairil Anwar, Mochtar Apin, Riva’I Apin dan Baharudin.
Majalah ini dicetak dan diterbitkan oleh percetakan Belanda Opbouw (Pembangun).
Dalam konfrotasi dengan Belanda, mereka kemudian pindah ke “Gelanggang”, sebuah
suplemen kebudayaan dari jurnal mingguan, siasat yang muncul pertama kali
pada Februari 1948 dengan redaktur Chairil Anwar dan Ida Nasution. Disuplemen
inilah mereka kemudian menerbitkan kredo Angkatan 45, yang dikenal luas dengan
nama “Surat Kepercayaan Gelanggang”.
B.
Beberapa Pendapat Tentang Angkatan ‘45
1. Armijn Pane:
Pujangga Baru menentang adanya Angkatan ‘45
dan menganggap bahwa
tak ada yang disebut Angkatan ‘45.
2.
Sutan Takdir
Alisyahbana: Angkatan ‘45 merupakan sambungan dari Pujangga Baru.
3.
Teeuw:
Memang berbeda Angkatan ‘45 dengan Angkatan
Pujangga Baru, tetapi ada garis penghubung,
misalnya Armijn Pane dengan Belenggu-nya.
(puncak-puncak kesusastraan Indonesia).
4.
Sitor
Situmorang: Pujangga Baru masih terikat oleh zamannya, yaitu zaman penjajahan,
sedangkan Angkatan ‘45 dalam soal kebudayaan
tidak membedakan antara Barat dan Timur, tetapi
yang penting hakikat manusia. Perjuangan Pujangga Baru baru mencapai kepastian
dan ilmu pengetahuan.
5.
Pramoedya
Ananta Toer: Angkatan Pujangga Baru banyak ilmu
pengetahuannya tetapi tidak banyak mempunyai
penghidupan (pengalaman). Angkatan ‘45 kurang dalam
ilmu pengetahuan (karena perang) tetapi
sadar akan kehidupan.
C. Karakteristik
Karya Angkatan ‘45
a.
Bercorak
lebih realistik dibanding karya Angkatan
Pujangga Baru yang romantik-idealistik.
b.
Pengalaman
hidup dan gejolak sosial-politik-budaya mewarnai
karya sastrawan Angkatan ’45.
c.
Bahasanya
lugas, hidup dan berjiwa serta bernilai sastra.
d.
Sastrawannya
lebih berjiwa patriotik.
e.
Bergaya
ekspresi dan revolusioner (H.B.Yassin).
f.
Bertujuan
universal nasionalis.
g.
Bersifat
praktis.
h.
Sikap
sastrawannya “tidak berteriak tetapi melaksanakan” .
D. Konsepsi Estetik Angkatan ‘45
Konsepsi estetik Angkatan 45
tergambar dalam “Surat Kepercayaan Gelanggang”. Dengan “Surat Kepercayaan
Gelanggang” inilah para penyair Angkatan 45 mendefenisikan diri dan konsep
estetik budayanya. Pendefenisian ini dilakukan sastrawan Angkatan 45 lewat “pemisahan
diri” dan kritik keras terhadap generasi sastra sebelumnya, khususnya kritik
dan pemisahan diri dengan visi budaya yang ditegakkan Sutan Takdir Alisjahbana.
Yang menjadi fokus pemisahan diri disini adalah pada ideologi yang digunakan
serta orientasi budaya.
Pemisahan konsep sastra dan visi inilah
yang kemudian dijadikan banyak pengamat sastra sebagai ciri utama angkatan 45
dibanding angkatan sebelumnya. H.B. Jassin dalam banyak tulisannya mengemukakan
terhadap pemisahan yang tegas antara konsepsi sastrawan Pujangga Baru dengan
konsepsi sastrawan generasi 45. Andaian ini pulalah yang dianut dan dipercayai
banyak sastrawan angkatan 45.
Karya sastra Angkatan 45 memiliki
kedekatan yang intim dengan realitas politik. Ini sangat berbeda dengan karya
sastra Angkatan Pujangga Baru yang cenderung romantik-idealistik. Karena lahir
dalam lingkungan yang keras dan memprihatikan karya sastra Angkatan 45 lebih
terbuka, pengaruh unsur sastra asing lebih luas dibandingkan angkatan
sebelumnya, isinya bercorak realis dan naturalis, meninggalkan corak romantis,
sastrawan periode lebih individualisme, dinamis dan kritis, adanya penghematan
kata dalam karya, lebih ekspresif dan spontan, terlihat sinisme dan sarkasme,
didominasi puisi dan prosa berkurang.
Pada periode Angkatan 45 berkembang
jenis-jenis sastra puisi, cerita pendek, novel dan drama. Keadaan perang pada
saat itu mempengaruhi penciptaan sastra dalam permasalahan dan gayanya. Ada
beberapa ciri stuktur estetik Angkatan 45 baik pada karya sastra puisi maupun prosa. Pada karya sastra puisi ciri struktur
estetiknya yaitu, pertama, puisinya
bebas, tidak terikat pada pembagian bait, jumlah baris dan persajakan. Kedua, gaya alirannya ekspresionisme
dan realisme. Ketiga, pilihan kata
(diksi) untuk mencerminkan pengalaman batin yang dalam dan untuk intensitas
arti. Ketiga, bahasa kiasannya
dominan metafora dan simbolik, kata, frasa dan kalimatnya ambigu sehingga
multitafsir. Keempat, gaya sajaknya
prismatis dengan kata-kata yang ambigu dan simbolik, hubungan baris-baris dan
kalimat-kalimat implisit. Kelima,
gaya pernyataan pikiranya berkembang yang nantinya menjadi gaya sloganis. Keenam, gaya ironi dan sinisme menonjol.
Pada karya sastra prosa, ciri stuktur
estetiknya adalah banyak alur sorot balik, walaupun ada juga alur lurus,
digresi dihindari sehingga alurnya padat, pada penokohan analisis fisik tidak
dipentingkan, yang ditonjolkan analisis kejiwaan, tetapi tidak dengan analisis
langsung melainkan dengan cara dramatik melalui arus kesadaran dan percakapan
antar tokoh, banyak menggunakan gaya ironi dan sinisme, gaya realisme dan
naturalisme, menggambarkan kehidupan sewajarnya secara mimetik.
Inilah ciri struktur estetik dari karya
sastra puisi dan prosa Angkatan 45, yang membuat karya sastra Angkatan 45
menjadi karya sastra yang fenomenal dalam sejarah sastra Indonesia.
E. Para Sastrawan Angkatan ‘45
Para sastrawan yang menjadi motor dan
pelopor Angkatan 45 adalah para pencipta karya sastra Angkatan 45 yang begitu
fenomenal di dunia sastra. Mereka adalah:
1. Chairil Anwar
Chairil Anwar merupakan sastrawan
terpenting Angkatan 45, sekaligus sastrawan Indonesia yang palin dikenal luas
oleh masyarakat. Sastrawan kelahiran Medan, 26 Juli 1922 dan tutup usia di
Jakarta, 28 April 1949 ini tumbuh menjadi legenda. Banyak kalangan yang
menjadikan hari kematiannya sebagai hari sastra nasional.
Masa-masa kehadiran Chairil Anwar
adalah masa-masa yang menarik untuk menciptakan karya sastra. Karena pada masa
itu, secara sosial merupakan masa revolusioner Indonesia dari bangsa terjajah
menuju gairah kemerdekaan dari sebuah bangsa yang muda. Selain itu Chairil juga
tumbuh dalam sebuah komunitas Alisyahbana muda yang membara, menolak
ketentraman lama. Di sana, tradisi silam ditolak tegas serta dianggap mandul
dan membekukan.
Sajak-sajak Chairil sendiri tidaklah
banyak jumlahnya dan tidak semuanya berkualitas, namun cukup banyak sajak-sajak
yang hinga kini menunjukkan kualitas yang prima. Chairil Anwar menjadi masyhur
lewat sajak-sajak “Aku”, “Perjanjian dengan Bung Karno”, “Diponegoro”, “Siap Sedia”,
dan “Karawang Bekasi”. Dikalangan kritikus, Chairil juga dipuji berkat
sajak-sajaknya yang indah seperti,”Senja di Pelabuhan Kecil”, “Derai-Derai
Cemara”, “Kawanku dan Aku” serta “Cinta Jauh di Pulau”.
Karya sastra Chairil Anwar dipengaruhi
oleh sastrawan dunia seperti Rainer N.Rilke, W.H Auden, Archibald Macleish, H.
Marsman, J. Slawurhoff dan Edgar Duperron. H.J Jassin adalah orang yang ikut
dalam mempopulerkan karya-karya Chairil Anwar. Faktor penting lain yang
menjadikan Chairil legenda adalah gaya hidupnya yang bohemian dan kenyataan
bahwa ia mati muda. Chairil bisa diangap sebagai sosok seniman optima performa
dalam citra romantik.
2. Idrus
Idrus dilahirkan pada 21 september 1921
di Padang. Ia mengikuti pendidikan di HIS, Mulo, AMS-SMT dan tamat pada 1943.
Selesai sekolah, ia menjadi redaktur Balai Pustaka. Idrus juga menjadi kepala
bagian pendidikan Garuda IndonesiaAirways, sampai oktober 1952.
Idrus mulai menulis berupa
sketsa-sketsa, cerpen dan naskah sandiwara. Tulisan-tulisannya hampir semuanya
berupa laporan pandangan mata. Namun, beberapa diantaranya boleh dikatan
mencerminkan perjalanan pandangan mengenai hidup dan berbagai persoalan.
Idrus banyak dipengaruhi oleh
pengarang-pengarang Rusia seperti Ilya Ehrenburg dan Vsevolod Ivanov. Karya-karya
dari Idrus diantaranya, sketsa “Coret-Coret di Bawah Tanah”. Sandiwara Ave Maria, Keluarga Surono, Lukisan
Pujangga, Kejahatan Membalas Dendam, Dr. Bhisma dan Jibaku Aceh.
3. Asrul Sani
Asrul Sani lahir di Rao, Sumatra Barat,
10 Juni 1927. Menempuh pendidikan di HIS Bukittinggi, KWS di Jakarta, Taman
Dewasa, Perguruan Taman Siswa Jakarta, Sekolah Dokter Hewan Bogor, Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Indonesia di Bogor, Akademi Seni Drama di
Amsterdam, USC, Departeman of the Antre-Departeman of Cinema di Los Angeles.
Asrul Sani menjelajahi berbagai bidang
kesenian, mulai dari sastra hingga film, mulai dari esai hingga sinetron. Gaya
sajaknya mencerminkan kecendrungan umum sebagaimana yang dipelopori oleh
Chairil Anwar. Karya skenario Asrul Sani diantaranya Burung
Camar, Pintu Tertutup, Monserrat, dan Yerma. Naskah dramanya yang telah terbit sebagai buku adalah Naga Bonar dan Mahkamah.
4. Sitor Situmorang
Sastrawan kelahiran Harian Boho,
Samosir, 2 Oktober 1923 ini memulai pendidikannya di Mulo. Setelah lulus Mulo
di Tarutung, ia melanjutakan studinya di AMS Jakarta, tetapi tidak tamat. Pada
awal masa revolusi ia bekerja sebagai wartawan di Medan. Pada tahun 1948 ia
berangkat ke Yogyakarta.
Dalam puisi-puisi modernnya Sitor
Situmorang berbeda dengan Chairil Anwar, Sitor Situmorang sering memanfaatkan
khasanah berpuisi lama. Karya-karya Sitor Situmorang yang telah diterbitkan
pada berbagai koran dan majalah yaitu Jalan
Mutiara, Surat Kertas Hijau, Dalam Sajak, Wajah Tak Bernama, Zaman Baru, Angin Daananu,
Dinding Waktu, Peta Perjalanan, dan sebuah cerpen yang berjudul Pertempuran dan Salju di Paris.
5. Muhammad Ali
Pada 23 April 1927 Muahammad Ali lahir
di kampung Ketapang kawasan Ampel, Surabaya. Muahmmad Ali bersekolah di GHAS,
kemudian melanjutkan di MULO namun tidak tamat. Pada masa pendudukan Jepang ia
mengikuti kursus kebudayaan (Keimin
Sidhoso) dan setelah itu ia belajar secara otodidak dalam berbagai hal yang
berkaitan dengan dunia tulis-menulis. Walaupun otodidak Muhammad Ali tidak
merasa rendah diri, ia pun sudah berkali-kali berceramah di lingkungan
perguruan tinggi.
Muhammad Ali mulai mengarang sejak
tahun 1942. Sebagai pengarang ia pernah mengasuh majalah Mimbar Pemuda, Mingguan Pahlawan,
Cetusan, Bakat, dan majalah Fithrah.
Muhammad Ali dikenal sebagai sastrawan serba bisa. Karena ia menulis cerpen, novel, naskah drama dan
puisi.
Karya-karya sastra Muhammad Ali yaitu
naskah drama yan pernah ditulisnya antara lain Si Gila, Kembali Kepada
Fithrah, serta sandiwara radio seperti lapar
dan Sel 13. Ali juga menulis
Novel diantaranya Kiamat, kubur Tak
Bertanda, dan Ibu Kita Raminten.
Karya sastra cerpen yang ditulisnya yaitu Buku
Harian Pengangur dan Gerhana. Selain menulis kumpulan puisi berjudul Bintang Dini, Ali menulis juga buku esai
seperti Izinkan Saya Bicara, Mari
Mengarang Cerpen, Nyanyian Burdah, Teknik Penulisan Skenario Drama dan Film,
Aktor dan Artis, Teknik Penghayatan Puisi, Ikhwal Dunia Sastra, Kamus Bahasa
Indonesia, dan Puitisasi Jus Amma.
6. Toto Sudarto Bachtiar
Toto Sudarto Bachtiar dilahirkan 12
Oktober 1929 di Paliman, Cerebon. Mengenai pendidikannya, Toto menamatkan
sekolanya di Cultuurschool Tasikmalaya dan melanjutkan ke MULO Bandumg dan
lulus tahun 1948. Toto Sudarto Bachtiar memasuki dinas ketentraan, dimasa
revolusi.
Dalam hal bersajak Toto Sudarto Bactiar
secara struktur dan pengolahan bahannya tidak jauh berbeda dengan Chairil
Anwar. Perbedaan yang terlihat cukup jelas pada sikap dan cara pandang mereka
terhadap kehidupan. Sajak-sajak yang diciptakan Toto antara lain Gadis Peminta-minta, Ibu Kota Senja, Malam Laut, Tentang
Kemerdekaan, dan Pahlawan Tak
Dikenal.
F. Fenomena Karya Angkatan ‘‘45
Dalam menuangkan karyanya, Chairail
Anwar menggunakan bahasa Indonesia yang
terbebas dari pola bahasa Melayu. Ia
menciptakan bahasa yang lebih demokratis. Sebagai
contoh, ia tidak lagi menyatakan “beta”
seperti dalam puisi salah satu penyair Pujangga
Baru, tetapi menyebut dirinya “aku”. Hal ini dapat kita lihat dalam sajak Aku
yang benar-benar bercorak baru. Meski puisinya banyak diilhami puisi asing,
namun puisi-puisinya memiliki gaya khas yang hanya dimiliki oleh Chairil Anwar.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Karya sastra Angkatan 45 lahir pada
masa peralihan bangsa yaitu dari masa penjajahan Jepang menuju kemerdekaan.
Pada Angkatan 45 karya sastra didominasi oleh puisi, prosa tampak berkurang.
Konsepsi estetik Angkatan 45 tergambar dalam “Surat Kepercayaan Gelanggang”
Para penggerak Angkatan 45 yaitu para
sastrawan yang ada pada masa itu seperti Chairil Anwar, Idrus, Asrul Sani,
Sitor Situmorang, Muhammad Ali, Toto Sudarto Bachtiar. Para sastrawan Angkatan
45 ini memiliki ciri khas masing-masing.
B.
Saran
Karya-karya sejararah sastra
Indonesia agar senantiasa dilestarikan, dan akan terus meningkatkan karya
sastra yang lain di masa kini.
DAFTAR
PUSTAKA
2. http://jafarudinbastra.blogspot.com/2012/06/sejarah-sastra-indonesia.html,
diakses pada tanggal 27 Oktober 2014
3. http://susdamitasyaridomo.blogspot.com/2012/10/makalah-kelahiran-dan-konseptik.html,
diakses pada tanggal 27 Oktober 2014
0 komentar:
Posting Komentar